BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengujian benih merupakan analisis beberapa parameter fisik dan kualitas fisiologis sekumpulan benih yang biasanya didasarkan pada perwakilan sejumlah contoh benih. Pengujian dilakukan untuk mengetahui mutu kualitas kelompok benih. Pengujian benih merupakan metode untuk menentukan nilai pertanaman di lapangan. Salah satu contoh pengujian benih adalah uji viabilitas benih atau uji perkecambahan benih. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung, misalkan dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara langsung dengan mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh tertentu.
Pada uji viabilitas benih, baik uji daya kecambah atau uji kekuatan tumbuh benih, penilaian dilakukan dengan membandingkan kecambah satu dengan yang lain dalam satu substrat. Sebagai parameter untuk viabilitas benih digunakan presentase perkecambahan. Persentase kecambah yang tinggi sangat diinginkan oleh para petugas persemaian, dan segala sesuatu selain benih murni yang berkecambah akan dianggap sebagai hal yang tidak berguna, oleh karena itu pegujian kecambah atau viabilitas harus menggambarkan kecambah yang potensial. Potensi perkecambahan merupakan hal yang secara langsung didapatkan pada pengujian perkecambahan. Pengujian perkecambahan secara luas digunakan, baik untuk pengujian benih standard maupun untuk pengujian informal secara sederhana di persemaian.
Pengujian viabilitas ada beberapa macam yaitu pengujian pemotongan (cutting test), tetrazolium (TZ), pemotongan embrio, dan pengujian hydrogen peroksida (H2O2). Pengujian viabilitas benih biasanya kurang tepat diterapkan untuk benih-benih yang berukuran sangat kecil, bahkan teknik pengambilan/pemotongan embrio hampir tidak mungkin dilakukan. Untuk memudahkan dalam pengujian benih, benih yang digunakan harus berukuran agak besar seperti sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Jacq.) yang digunakan dalam praktikum ini.
Pengujian benih dengan tetrazolium merupakan salah satu uji yang efektif. Uji tetrazolium memanfaatkan prinsip dehidrogenase yang merupakan group enzim metabolism pada sel hidup, yang mana mudah diamati perubahan warnanya. Selain uji TZ, uji hydrogen peroksida (H2O2) juga merupakan uji yang efektif. uji ini merupakan uji viabilitas yang lain, yang membentuk transisi menjadi pengujian kecambah.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1) Membandingkan hasil pengujian viabilitas benih dengan tetrazolium (TZ) yang di larutkan dalam air dan larutan penyangga.
2) Membandingkan uji hydrogen peroksida (H2O2) dan control pada benih sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Jacq.).
BAB II
METODOLOGI
2.1 Lokasi dan Waktu
Praktikum Pengujian Viabilitas Benih ini dilaksanakan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB pada hari Senin tanggal 21 Maret 2011.
2.2 Alat dan Bahan
1. Air
2. Larutan buffer
3. Tetrazolium (TZ)
4. Hydrogen peroksida (H2O2)
5. Benih sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Jacq.) sebanyak 18 biji
6. Kantung plastik hitam
7. Gelas aqua
8. Tabung reaksi
2.3 Medote Praktikum
Praktikum ini terdiri dari dua tahap yaitu uji tetrazolium dan uji hydrogen peroksida (H2O2). Langkah awalnya melakukan pengujian benih dengan tetrazolium. Praktikan menyiapkan benih sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Jacq.) sebanyak 8 biji yang telah dilakukan perlakuan pendahuluan, yaitu perendaman dengan air panas selama 5 menit dan air dingin selama 24 jam. Langkah berikutnya adalah membagi benih sengon buto menjadi dua bagian, 4 benih dipotong dan 4 benih tidak dipotong. Kemudian 8 benih tersebut dimasukkan ke dalam TZ air murni begitu juga dilakukan perlakuan yang sama pada TZ buffer selama 2, 3, 6, dan 12 jam. Setelah itu benih dibilas dengan air bersih, kemudian mengamati embrio yang berwarna merah dan tidak berwarna dengan cara membelah benih.
Tahap yang terakhir adalah menguji benih dengan hydrogen peroksida (H2O2). Dengan tahapan yang pertama adalah menyiapkan benih sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Jacq.) sebanyak 10 biji. Selanjutnya melakukan perlakuan pendahuluan untuk mematahkan dormansi benih yaitu dengan perendaman dengan air panas selama 5 menit dan air dingin selama 24 jam. Langkah selanjutnya benih sengon buto direndam ke dalam larutan H202 selama 12 jam. Setelah itu benih sengon buto disimpan dalam kertas merang selama 3 hari dan bilas dengan air bersih, setelah tiga hari kemudian mengamati perkecambahan benih sengon buto tersebut dan menghitung prosentasenya dengan persamaan sebagai berikut :
|
3.2 Pembahasan
Prinsip metode TZ (Uji Tetrazolium) adalah bahwa setiap selhidup akan berwarna merah oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazan merah, sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih. Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi (Byrd, 1988).
Kelebihan metode TZ meliputi waktu pengujian yang singkat, sangat tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta benih yang mengalami pemasakan lanjutan (after ripening), tingkat ketelitian tinggi, sedangkan kelemahannya memerlukan keahlian dan pelatihan yang intensif, bersifat laboratoris, tidak dapat mendeteksi kerusakan akibat fungi atau mikroba lainnya dan bersifat merusak. Metode TZ merupakan metode yang paling sesuai pada hampir semua jenis.
Praktikum dengan menggunakan metode TZ kali ini dilakukan oleh tujuh kelompok menggunakan benih sengon buto. TZ yang dipakai ada dua jenis yaitu TZ dengan pelarut air (kelompok 1-3) dan TZ dengan pelarut buffer (kelompok 4-7). Perlakuan terhadap benih yaitu benih tidak dibelah dan benih yang dibelah bagian radikulanya. Hasil dari perendaman benih sengon yang dibelah dengan TZ pelarut air yakni rata-rata benih dari seluruh kelompok berwarna merah berjumlah 4 dari 8 benih dan bagian yang berwarna sebanyak 50-60%. Sedangkan untuk benih yang tidak dibelah benih kelompok 1 dan 2 tidak berwarna dan kelompok 3 benih yang berwarna bejumlah 3 dengan 30% bagian yang berwarna merah.Rata-rata benih sengon buto dibelah yang direndam dengan TZ pelarut buffer menghasilkan warna merah sebanyak 4 benih dan bagian yang terwarnai sebanyak 40% sedangkan benih yang tidak dibelah hanya 2 kelompok yang berwarna merah muda (20-30% bagian) dan benih dari 2 kelompok tidak berubah warna.
Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar benih sengon buto yang diujidengan TZ pelarut air memiliki viabilitas yang sedang karena warna bagian yang terwarnai paling banyak hanya 50%. Sedangkan untuk benih sengon buto pada TZ pelarut air dengan perlakuan dibelah memiliki viabilitas yang rendah karena hanya beberapa benih yang berubah warna serta bagian yang berwarna hanya 20-30%. Benih-benih yang memiliki viabilitas rendah mungkin saja sudah terserang penyakit sehingga bila ditanam akan sulit untuk berkecambah.
Metode pengujian hidrogen peroksida (Hydrogen peroxide test) merupakan satu-satunya uji cepat yang dapat merangsang perkecambahan untuk tumbuh lebih cepat (Leadem, 1984). Hidrogen peroksida biasa pula digunakan untuk pematahan dormansi. Kelebihan metode hidrogen peroksida meliputi alat/bahan tidak mahal, bersifat objektif dan sederhana dalam penyiapannya, sedangkan kekurangannya tidak praktis pada benih berukuran kecil, waktu uji relatif lama (4 – 8 hari) dan bersifat merusak.
Pengujian viabilitas benih dengan metode hidrogen peroksida kali ini juga dilakukan oleh tujuh kelompok dengan perlakuan waktu perendaman yang berbeda serta terdapat benih sebagai kontrol. Perendaman benih dalam H2O2 selama 2 jam menghasil 3 benih berkecambah. Perendaman benih selama 3 jam tidak menghasilkan benih yang berkecambah. Perendaman benih selama 6 jam menghasilkan 1 benih berkecambah. Perendaman benih selama 8 jam menghasilkan 4 benih berkecambah. Sedangkan untuk benih sebagai kontrol sebagai besar belum berkecambah, hanya 1 kelompok yang seluruh benihnya berkecambah. Hal tersebut menunjukan bahwa perendaman beih dalam H2O2 dapat mempercepat perkecambahan benih karena dalam waktu 3 hari benih yang berkecambah sudah banyak. Akan tetapi semakin lama benih direndam benih maka benih tidak berkecambah hal ini dapat terjadi karena benih rusak terkena zat kimia. Benih sebagai kontrol yang berkecambah dapat terjadi karena benih dalam kondisi yang baik serta terdapat cukup air dalam kertas merang.
SIMPULAN
Berdasarkan praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa benih sengon buto yang direndam dalam TZ pelarut air merupakan benih yang memiliki viabilitas sedang karena perubahan warna hanya terjadi pada separuh bagian benih. Sedangkan benih yang direndam dalam TZ pelarut buffer memiliki viabilitas rendah karena hanya sedikit bagian benih yang berubah warna serta banyak benih yang tidak berubah warna.
Pengujian benih dengan metode perendaman pada hidrogen peroksida menunujukan bahwa H2O2 dapat mempercepat perkecambahan benih jika direndam dalam jangka waktu yang tepat sedangkan jika direndam terlalu lama akan mengakibatkan kerusakan pada benih sehingga benih tidak dapat berkecambah.
DAFTAR PUSTAKA
[AOSA] Association of Seed Analyst. 2001. Tetrazolium Testing Handbook. Halaman : 17-18. www.ucs.iastate.edu [26 Maret 2011].
Byrd, H.W. 1988. Pedoman Teknologi Benih (Terjemahan). State College. Mississipi.
Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Nasional. 2006. Manual Pengujian Benih Tanaman Hutan. Sumedang : Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura.
Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Jakarta : Bumi Aksara
Leadem, C.L. 1984. Quick Test for Tree Seed Viability. Management Report NO 18. B.C.Ministry Forest Land Research Branch.
Nugroho, A.A. 1998. Pendugaan Kualitas Benih Acacia mangium willd dan Ochroma bicolor Berdasarkan Uji Daya Hantar Listrik. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Skripsi.
Schmidt, Lars. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis. Na’iem M, penerjemah; Harum F, editor. Jakarta: Dirjen RLPS, Departemen Kehutanan. Terjemahan dari : Guide to Handling Tropical and Subtropical Forest Seed.